Sabtu, 02 Juli 2011

OBROLAN MALAM DAN HUJAN

Malam senyap tanpa sedikitpun gemintang yang bertaburan. Terduduk sepi tanpa bulan yang menemani. Wajahnya murung, kelabu, dan mendung. Sesekali ditatapnya pepeohonan yang beradu ditiup sang bayu, melenggak lenggok ke sana kemari sesuka hati.

” Mengapa pilu wahai malam? Tersenyumlah agar wajahmu lebih indah..” gerimis menyapa. Muncul dari sela-sela jubah yang penuh jelaga.

Sang malam terdiam. Tanpa kata. Dirinya bimbang. Ingin rasanya dia berbagi cerita, tetapi ragu menyelimutinya.
“ Aku bingung kawan..” akhirnya dia menyerah.
” Adakah yang ingin kau bagi denganku, kawan?” tanya gerimis. Titik-titiknya mulai membumi, membasahi tanah gersang yang hampir meranggas.

” Aku sedang kebingungan kawan. Sebenarnya aku ingin mulai membuka usaha. Aku ingin berjualan di pinggir mega, sekedar menjajakan jajanan untuk para awan, jus segar untuk mentari di siang hari, atau teh hangat untuk para bintang ketika mereka berkumpul untuk saling bercengkrama dan membagi tawa.”


” Lalu, apa yang kau bingungkan?”
” Bukan hanya kebingungan, ketakutan lebih tepatnya. Beberapa tahun yang lalu, kakakku juga pernah menjalani usaha serupa. Tetapi hasilnya, tak seperti yang diahrapkan. Bukannya modal yang kembali, bukannya laba yang di dapat. Tetap malah rugi.”

Sang gerimis terbahak, tawanya menggelegar berkilatan memecah langit malam. Sang malam mengernyit keherenan.

” Apa yang kau tertawakan kawan?” tanyanya.

” Aku menertawakan kepesimisanmu wahai malam. Aku pikir wajahmu yang garang seteguh hatimu, tetapi dibalik itu ternyata tersembunyi kerapuhan jiwamu. Wahai kawan, tahukah kamu? Bahwa Allah Maha Pemberi rezeki? Dia dapat menurunkan rezeki kepada siapa saja, usaha yang sama belum tentu berakhir dengan hasil yang sama. Semua tergantung kepadaNya. Coba kau tengok sekali saja, pernah Allah memberikan musibah yang sama. Gempa misalnya, Tetapi Dia memperlakukan umatNya dengan keadaan berbeda-beda. Ada yang selamat dan sehat wal’afiat, ada yang kehilangan harta benda. Ada yang meninggal dunia, dan ada yang cacat serta luka-luka. Dan kau tahu malam, apa yang membedakannya? Takdir..yah, takdir orang tidaklah sama. Takdir orang berbeda-beda.”

” Lalu menurutmu aku harus bagaimana wahai gerimis?”

”” Jadilah dirimu sendiri kawan, jadilah seperti apa yang kau mau. Raihlah mimpi dan cita-cita seperti yang selalu kau rindu. Jangan dengarkan kata orang yang menciutkan hatimu, tetapi dengarkanlah kata mereka yang menasehatimu untuk membuatmu lebih baik. Kau harus kuat kawan, kau harus tegar. Karena kamu adalah kamu, bukan aku, ataupun mereka.”

Sang malam tertunduk. Dirinya terpekur dalam renungan yang dalam. Menyelami setiap kata yang diucapkan oleh gerimis yang mulai menjadi hujan. Menderas keras, beradu dalam rintik yang mulai berjatuhan.

Kartasura, 16 Mei 2011
22.36
* ) Spesial thanks for Ayu Santika Santaningrum..Karena saya adalah saya, bukan anda, dan juga bukan mereka..:D




Tidak ada komentar:

Posting Komentar