Aku tak dapat mengikutinya. Ini benar-benar di luar logika yang kupunya. Berulangkali kutelusuri jalan fikiran yang buram, tanpa sinar. Di mana ujung?di mana pencerahan? Berharap ada sebait kata dari seseorang yang membuat gamblang semua misteri yang ada. Ah, kata orang memang otak kita berbeda. Sebegitu bedakah hingga tak ada satupun yang sama? Aku ingin kita sejalan, aku ingin kita sepemikiran, bahkan aku ingin kau tahu apa yang ku fikiran meski ku tahu kau bukan peramal.
Lagi, aku berfikir dengan kerasnya, menghabiskan segala energi yang kupunya, membuang seluruh peluh yang terjatuh. Mencoba menguak dan menggali setiap bait kata yang kau ucap dengan sengaja, ah, susah, sungguh susah dimengerti bahkan otakku pun mulai tak peduli. Menyerah dan pasrah. Aku tertunduk, memandang bintang dengan senyumnya yang mengembang. Aku tak ingin perbedaan itu ada, meski Tuhan bilang semua adalah kodrat yang harus diterima dengan lapang dada. Tapi sebaliknya, aku ingin kita sama-sama mengalaminya. Baik kau dan juga aku, hingga tak ada yang bisa kita perdebatkan di hari kemudian.
Tapi nyatanya, semua itu hanyalah impian belaka. Yang memang satu persatu harus mencoba luruh jatuh, mengalir bersama tetesan air mata yang membanjir. Dan kau masih di sana, menguatkanku dengan senyummu yang bersahaja, ” Kita adalah medan magnet, semakin kita berada pada kutub yang berbeda, semakin kuat daya tariknya. Seperti sepasang sendal, yang hanya bisa dipakai jika bertolak belakang. Percayalah, perbedaan yang ada bukan untuk menunjukkan siapa yang paling berkuasa, paling utama, dan paling berguna. Tetapi perbedaan ada untuk saling melengkapi satu dengan yang lainnya, hingga hidup kita menjadi sempurna.”
Aku memandangmu dari seberang, bersembunyi di balik bayang-bayang, perlahan senyumku mulai mengembang menggantikan rasa bimbang. Jika memang perbedaan itu harus ada, biarkan keberadaanya menjadikan hidup lebih warna, seperti lezatnya masakan yang kaya akan rasa. Aku akan belajar tentang arti kesabaran pada sang karang, yang tetap berdiri tegar meski ombak menghajar, belajar tentang arti kesetiaan seperti pungguk yang tetap menanti meskipun berpuluh-puluh purnama silih berganti, belajar tentang arti bahagia dan tawa, tak peduli orang di luaran sana berkata apa.
Dan biarkan perbedaan itu tetap ada, karena perbedaan akan membuat dunia kita penuh warna. Karena perbedaan adalah anugrah yang luar biasa. Aku dan kamu, kita, dengan mereka..:)
Surakarta, 17 Juni 2011
13.11 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar