Saya tergagap ketika seseorang yang membaca sebuah tulisan saya bertanya, “ Lalu bagaimana dengan si penulis?”. Saya hanya bisa menjawab, “ Penulis pun juga masih berusaha menjadi lebih baik dan segala sesuatu itu butuh proses”. Tetapi entah mengapa, pembaca tersebut sepertinya bernafsu sekali untuk menguliti saya habis-habisan. Seakan-akan memberikan putusan dalam siding pengadilan atau secara implisit dirinya ingin berkata, “ Sebelum kamu berbicara atau menulis, lihat saja diri kamu pantas tidak berkata seperti itu. Jika memang kamu sendiri belum bisa menjalani tak usah banyak bicara”. Benar-benar pukulan yang telak. Saya pun tidak pernah menyangka medapat komentar sepedas itu. Padahal ketika menulis, niat saya hanya ingin berbagi dengan teman-teman di samping untuk melatih kemampuan menulis saya agar tidak tumpul. Tidak ada maksud sama sekali untuk menggurui, bahkan saya menyerahkan hak kepada mereka untuk sependapat ataupun tidak terhadap tulisan saya.
Jujur, setelah kejadian itu saya menjadi tidak bersemangat. Tak ada gairah sama sekali yang meletup-letup seperti dahulu. Setiap membuka leptop saya menutupnya kembali, baru satu bait saya tulis sudah saya hapus lagi. Saya benar-benar berfikir keras, dan takut jika tulisan saya salah lagi. Tetapi semakin saya berfikir, saya semakin mengalami kebuntuan. Perasaan saya hilang, padahal untuk menulis suatu inspirasi itu dibutuhkan imajinasi. Sampai akhirnya saya menyerah, 1 hari saya lalui tanpa satu buahpun naskah.Sia-sia.
Hingga akhirnya ada seorang teman berkata kepada saya, ” Menulis itu adalah membaca berulang-ulang. Oleh karena itu menulislah tentang kebaikan, harapan, dan impianmu. Agar ketika engkau membacanya untuk mencari kesalahan kata engkau menemukan semangat lagi, ketika engkau membaca untuk mencari kesalahan tulisan engkau berani bermimpi lagi. Menulislah seperti mimpi-mimpimu, harapanmu, keinginanmu walaupun engkau belum mampu menggapainya. Tak perlu menjadi sempurna lebih dahulu untuk menulis, tetapi tulisanmu yang akan membawamu menjadi lebih baik. ”
Saya kembali tegak berdiri mendengarnya. Senyuman melebar bagaikan mawar yang bermekaran. Yah, menulis adalah bagian dari jiwa. Tak hanya menjadi hobi, tetapi sudah menjadi bagian dari hidup. Saya kembali menyingsingkan lengan baju, merangkai kata demi kata di atas lembar baru. Tetapi kali ini saya meluruskan niat untuk menulis tentang kebaikan. Agar ketika suatu saat saya membacanya kembali saya bisa menjadi lebih baik lagi.
Jika engkau menginginkan aku untuk berhenti menuangkan tinta
Tantanglah dahulu mentari yang membagi sinarnya
Apakah dirinya mampu berhenti berbagi kepada dunia
Yang sudah menjadi separuh bagian hidupnya..
saya suka setiap tulisan kamu,, tak ada yg perlu ditakutkan untuk mulai menulis,, tetap semangat...
BalasHapusmakasih kawan..:)
BalasHapus