Dunia ini seperti sebuah kebun yang ditanami beraneka rupa bunga. Ada mawar, melati, tulip, bahkan bunga bangkai. Begitulah manusia, ada yang baik hati sepeti melati, ada yang tegas tapi menyakiti seperti mawar berduri, ada pula yang tak punya hati seperti bunga bangkai. Tetapi apapun mereka, tujuannya adalah satu. Mengisi kebun-kebun dunia, dan membuatnya harum serta berwarna.
Begitu juga diri kita. Seringkali penulis mendengar keluhan seseorang yang bingung harus memilih jurusan apa atau bersikap bagaimana karena pendapat orang tua bertentangan dengannya. Ketika penulis tanya mengapa? Tak ingin membuat orang tua kecewa katanya.
Yah, memang hal yang luar biasa. Menjadi seorang anak yang berbakti kepada orang tua. Tetapi bukan berarti kita harus mengikuti semua saran orang tua. Dalam hal ini yang penulis bahas adalah menentukan pilihan yang sama-sama baik. Orang tua mungkin menginginkan yang terbaik untuk anaknya dengan ”versi” mereka. Mungkin di mata mereka seseorang lebih bergaya menjadi seorang dokter, pilot, insinyur dibandingkan menjadi guru atau penulis. Sehingga mereka memberi motivasi dan menanamkan sebuah ”mind set” kepada anaknya bahwa profesi-profesi itulah yang dianggap oke punya oleh dunia.
Yah, mau tak mau sang anak yang telah terpola dengan ”mind set” tersebut hanya berkutat di bidang profesi itu saja, insinyur, dokter, atau pilot. Dirinya ingin dibilang sukses oleh orang tuanya jika mampu menjadi salah satu di antaranya. Padahal sebenarnya dirinya lebih nyaman menjadi guru, fotografer, ataupun penulis. Dan parahnya lagi, sang orang tua akan semakin mengelu-elukan sang anak ketika sang anak mampu mencapai profesi seperti yang mereka inginkan. ” Anakku sukses sekarang”.
Menyedihkan memang melihat kondisi seperti demikian. Banyak orang tua yang mendidik anaknya agar bisa menjadi boneka tiruannya atau menjadi dirinya yang kedua, di mana dahulu dirinya tak mampu menggapai cita-cita yang diinginkannya. Sering terdengar cerita, sang ibu memaksa anaknya menjadi penyanyi karena dia gagal menjadi seorang penyanyi di masa mudanya. Atau sang ayah melarang sang anak menjadi pemain sepak bola karena trauma masa lalunya yang pernah cedera.
Lalu, harus bagaimana? Bukankah sebagai anak saya tak mampu mengecewakan orang tua yang telah membesarkan saya? Yang sangat menyayangi saya? Seorang teman penulis mengatakan demikian kepada penulis. Baiklah teman, sekarang penulis balik bertanya, ” Apakah kamu mampu melupakan mimpimu untuk kebahagiaan orang tuamu? Jika bisa, sampai kapan? Kamu yakin tidak menyesal? Seandainya orang tuamu telah tiada, apakah kamu masih ingin menggapai mimpi2mu yang dulu? Dan ketika engkau sudah tua dan terlambat menggapai mimpimu, kamu lalu berpasrah, ya sudah, memang ini jalanku. Mungkin ini takdirku, salah siapa??
Baiklah, walaupun penulis belum pernah mempraktekannya, tetapi tak ada salahnya penulis mencoba memberi solusi berdasarkan teori dan analisa-analisa, hehehe. Jika berguna syukurlah, jika tidak cocok ya tak masalah.
Untuk mengatasi problem seperti ini harus diperlukan kerja sama dari orang tua dan anak itu sendiri.
Bagi sang anak
Janganlah berfikiran sempit, dengan menganggap bahwa kita bisa membahagiakan orang tua hanya dengan menuruti kata-katanya, keinginannya, atau pandangannya. Sekali lagi, orang tua juga manusia yang tidak sempurna, menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Dengarkan saran, nasehat yang orang tua berikan, resapi dan fikirkan. Sesuaikah dengan hatimu? Mampukah kau menjalaninya? Jika engkau masih ragu, ikuti kata hatimu. Walaupun harus bertentangan dengan orang tua, tetapi tidak perlu engkau membantahnya dan beradu mulut dengannya. Cukup diam, tersenyum, dan mengangguk. Lalu, mulailah mengejar cita-citamu secara underground. Tak perlu cengeng, menjadi anak muda yang butuh dorongan orang tua, tetapi tetaplah tegar mengejar apa yang kita impikan. Yakinlah, ketika suatu saat engkau mampu mencapai apa yang kau impikan dan menjadi sukses. Penulis ternama, fotografer handal, guru favorit orang tua akan berusaha acuh kepadamu. Tetapi di dalam hatinya, akan ada sejuta rasa bangga di hatinya.
Jangan menyerah, kalaupun tak terucap kata bangga kepadamu dari bibirnya. Tetapi engkau mendapatkan yang lebih utama, Tuhan telah mencatat tiap tetes keringat yang engkau persembahkan untuk membahagiakan orang tuamu dengan ”caramu” sendiri. Yah, semua dinilai dari niatmu untuk membahagiakan mereka, bukan seberapa besar kebahagiaan mereka dari apa yang engkau bisa lakukan.
Bagi orang tua / calon orang tua
Mulailah dari sekarang untuk bersikap netral terhadap masa depan sang anak. Biarlah sang anak menentukan ke arah mana mereka berjalan, anda hanya perlu menjaganya agar tidak jatuh ke jurang. Bukan menuntunnya ke salah satu arah yang sebenarnya sang anak menyukai arah yang lain. Jangan menuntut terlalu tinggi, hargai setiap prestasi dan karya yang mereka bisa berikan. Banyak anak yang tidak maju, karena orang tua terlalu cepat menghakimi kalau mereka bodoh. Matematika hanya dapat 5, bahasa Inggris dapat 3. Padahal jika mereka sendiri menjalani, belum tentu mereka bisa mendapat nilai sempurna. Sampaikanlah pujian,
” Yah..anakku keren..matematika bisa dapat 5, besok ditingkatkan lagi ya.. matematika itu mudah kok nak, kalau ada yang tidak mengerti tanya ke ibuk ya..Biar bisa dapet nilai sempurna. Mau kan dapet nilai 10?”
Pujian, ya sedikit pujian ketika sang anak yang merasa sedih karena teman-temannya mengoloknya karena nilainya yang rata-rata benar-benar dibutuhkannya. Bukan sebaliknya, mencaci, mengata-ngatai bahwa sang anak hanya mengecewakan saja. Berlatihlah, bangga dengan apa yang anak kita raih.
” Anakku seorang pedagang kaki lima, dan aku bangga karenanya karena dia adalah pedagang yang jujur. Anakku seorang cleaning service dan aku bangga karenanya, karena dia mau bekerja dibandingkan berpangku tangan.”
Subhanallah, jika ada orang tua yang seperti itu pasti banyak yang mau jadi anaknya, hehehe.
Nah kawan, masihkah ragu atau bimbang? Percayalah banyak jalan untuk membahagiakan orang tua, tak harus menjadi seperti yang mereka inginkan. Tetapi dirimu harus yakin dan bersemangat, bahwa kamu bisa menjadi yang terbaik seperti apa yang kamu impikan. Berikan yang terbaik darimu untuk orang tuamu. Percayalah, akan ada penghargaan dari Tuhan atas setiap niat baikmu itu.
Banyak jalan menuju Roma, banyak jalan untuk membahagiakan orang tua. 1 tujuan banyak jalan lebih menyenangkan. Nikmati hidup, galilah potensi diri, dan jadilah yang terbaik dari apa yang bisa engkau raih.
Orang lain menilai kita sukses dari apa yang kita lakukan untuk dunia
Kita menilai kesuksesan dari apa yang kita usahakan untuk menggapai mimpi kita
=Yogyakarta, 10 November 2010=
Selamat hari pahlawan. Bangkitlah pemudaku, bangunlah negara dengan caramu sendiri. Karena aku adalah aku, karena kamu adalah kamu, dan karena kita adalah kita bukan mereka.=)
ini curhat kamu ya ran? he..kok baru th 2010?
BalasHapusmmg wajar,kbykn ortu menginginkan anaknya lebih dari dia. mgkin saat itu bliau hanya mempunyai tolok ukur dirinya sj. entah krn pengalaman kegagalan bliau, harapan yg blm dwujudkan shg ingin dteruskan oleh anaknya.
tidak ada yang salah. tgtg penyikapan kita sbg anak:)
arga
hehehhe..iya mas...baru menyadari kalo paling susah itu punya anak perempuan..:)
BalasHapus