“ Kita boleh saja mengambil semua tomat yang tumbuh subur di ladang, bahkan yang masih muda pun dapat kita petik, tetapi jangan lupakan kapasitas tempat kita untuk menampungnya. Jangan sampai, tomat yang tidak kebagian tempat malah jatuh berceceran. “
Dunia ini penuh dengan pilihan dan peluang, itulah mengapa banyak pepatah mengatakan bahwa kadangkala kita memang harus dituntut untuk memilih. Bagaimana tidak, mungkin anda juga pernah mengalaminya, banyak acara yang harus dihadiri dalam satu waktu bersamaan. Atau lebih ekstrimnya lagi, banyak tawaran kerja yang mengalir dan semua sayang untuk ditolak.
Sebagai manusia, merupakan suatu hal yang wajar jika muncul keinginan dalam diri untuk menghadiri semua acara dan menerima semua tawaran pekerjaan. Keinginan atas penghargaan (esteem need) dan aktualisasi diri (self-actualization needs) yang menggebu membuat seseorang menyanggupi semuanya.
Saya adalah salah satunya, seringkali saya menyanggupi banyak event karena memang saya tertarik akan event-event tersebut. Saya berfikir dengan membagi waktu rata saya bisa menjalaninya. Namun apa yang terjadi, kebanyakan darinya tidak menelurkan hasil yang maksimal karena saya tidak bisa fokus kepada salah satu event. Dan ketika saya mencoba sedikit profesional dan perfectionist, saya sendiri yang mengalami kepayahan luar biasa. Badan letih, pikiran semrawut, tidak jarang emosi meledak keluar dan orang-orang di sekitar saya menjadi sasaran. Hingga akhirnya saya menyadari. Bahwa sebelum kita berangan, sebaiknya kita menilik lebih dahulu kapasitas diri kita untuk menampung banyak asa tersebut.
Benar adanya bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Atau bolehlah bermimpi menjadi seorang insinyur yang sekaligus merangkap sebagai penulis, dokter, wirausaha, ustadz, dan yang lainnya. Akan tetapi lihatlah kapasitas diri kita, mampukah kita menjadi dokter, penulis, insinyur, wirausaha, ustadz, yang profesional dalam waktu yang bersamaan? Jangan-jangan semua hanya berakhir dengan prestasi yang maaf, ” ecek-ecek” saja ? Mungkin akan ada yang menjawab ”pasti bisa”, tetapi apakah telah terfikirkan berapa banyak tenaga yang akan terkuras karenanya. Istilah jawa mengatakan ”ngoyo” atau terlalu memaksakan diri, sehingga pada akhirnya tidak sempat menikmati indahnya kehidupan itu sendiri.
Saya akhirnya memutuskan untuk memilih profesi yang akan saya tekuni, memasang target impian jangka dekat dan impian jangka panjang. Menunda mimpi, bukankah tidak berarti melupakan mimpi?
Jika engkau tak mampu menjadi lautan yang luas
Jadilah sungai kecil terbaik yang akan terus mengalirinya
Jika engkau tak mampu menjadi kebun yang indah
Jadilah mawar terbaik di antaranya
- Dale Caringe-
Kata-kata di atas tidak serta merta mengajak anda untuk menyerah dan pasrah. Menjadi sungai kecil yang terbaik saat ini, bukan berarti melupakan mimpinya menjadi lautan hebat nan luas. Menjadi mawar yang terbaik saat ini bukan berarti harus melupakan mimpi menjadi kebun bunga yang indah. Tetapi, sebuah impian pun juga memerlukan tahapan. Jika tidak, maka impian itu akan mudah dirobohkan.
Bukankah banyak, seseorang sukses yang berawal dari ”nol”? Awalnya mereka hanyalah pekerja bawahan. Mereka bersyukur dan berusaha menjadi pekerja bawahan yang terbaik. Seiring waktu, mereka naik pangkat, dan akhirnya mampu menjadi direktur dan manager. Sekali lagi, impian pun juga memerlukan tahapan.
Mimpi, harapan, kegiatan, ambisi, dan keinginan. Semua tumpah ruah di dalam hati dan terkadang kita ingin menggapainya secara bersamaan. Akan tetapi, sekali lagi mari melihat kemampuan diri kita, sesuaikanlah dengan kapasitasnya. Tetaplah mengejar mimpi tanpa meninggalkan nikmatnya kehidupan dengan cara membuat prioritas terhadap mimpi-mimpi kita tersebut. Jangan sampai tomat-tomat yang ranum kemerahan, akhirnya jatuh bergelimpangan karena terlalu memaksa memetik tomat muda dan menyesakkannya ke wadah kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar