Senin, 25 April 2011

BUANG KEBAIKAN DENGAN CUMA-CUMA

Terik mentari masih asyik menyambangi setiap sudut bumi. Sinarnya tajam, mengelupas setiap jengkal tanah yang mulai menganga. Penuh akan dahaga dan kerinduan akan rinai hujan yang menyambanginya. Wanita tua itu masih terduduk di sudut taman, memandang nanar udara sekitar. Nafasnya kembang kempis, seolah terlalu susah memasukkan liter demi liter udara yang dihirupnya. Sesak yang dia rasa, meski disekelilingnya pohon-pohon raksasa menjuntaikan lengan-lengan kokohnya, pun daun-daunnya dengan suka rela memberikan bergalon-galon oksigen kepadanya.

” Ada apa dengan mu? Aku lihat sedari tadi kau merenung pilu..” sang beringin mulai menyapanya.

Wanita tua itu memandang sang beringin dengan tatapan sayu. Hatinya gerimis. Entah darimana dia akan memulai untuk bercerita, tetapi perlahan-lahan keluar juga kata-kata dari mulutnya.

” Aku merindukan anak-anak angkatku. Rasanya sesak. Mengingat mereka yang tak pernah menjengukku.”

” Bukankah kerinduan itu menyenangkan???”

” Tidak, sama sekali aku tidak menikmatinya. Ini bagaikan sayatan belati yang digoreskan tajam-tajam ke ulu hati. Jika aku mengingat kembali apa yang sudah aku lakukan kepada mereka, rasa-rasa aku menyesalinya. Bagaimana tidak, siang malam aku membuang tenaga bekerja untuk menghidupi mereka. Tetapi sekarang? Ketika  mereka menjadi orang ternama. Mereka lupa kepadaku. Bahkan sekedar memberikan kabar untukku saja mereka tak mau.”


” Kau menyesal???”

” Entahlah, tetapi aku sakit hati diperlakukan seperti ini..” sang wanita berkata lirih.

” Lalu apa yang kau mau dari mereka??”

Wanita itu terdiam, memandangi rerumputan yang mulai tumbuh dengan liar. ” Setidaknya mereka mengucapkan terima kasih kepadaku. Meski aku bukan ibu kandung mereka.”

Sang beringin tergelak. Wanita itu melotot. ” Mengapa engkau menertawakanku??” Apakah salah jika aku berfikiran seperti itu?”

Sang beringin terdiam, tersenyum sembari memandang tajam sang wanita.

” Begini nyonya, kau tahu? Adalah hal yang wajar jika kebaikan yang kau lakukan tak mendapat balasan. Sikap tidak berterimakasih itu alamiah, dia akan tumbuh liar, seperti rerumputan di halaman. Sedangkan sikap berterimakasih adalah sesuatu yang dipupuk, seperti mawar yang tumbuh subur karena mendapatkan siraman air dan pupuk kandang. Jadi biasakanlah hidup tanpa terimakasih, ini adalah hal alamiah. Kau hanya akan mendapatkan kegalauan dan rasa sakit hati, jika selalu mengharapkan ucapan terimakasih dari setiap kebaikan yang kau beri.”

Wanita itu tertunduk. Buliran bening membanjiri pipi keriputnya.

” Sudahlah, tak usah kau menangis. Jika kau rindu sampaikan kerinduanmu kepada mereka. Tetapi jangan pernah mengharapkan ucapan terimakasih dan balas budi dari mereka. Biarlah mereka mengunjungimu, merawatmu dengan setulus hati, bukan karena sebuah balas budi. Karena engkau bukanlah pemberi hutang. Kau hanyalah tangan yang dipercaya Tuhan untuk merawat mereka. Jadi jangan pernah merasa memberi, karena kita bukanlah siapa-siapa. Buanglah kebaikan dengan cuma-cuma, tanpa mengharapkan sedikitpun imbalan atasnya” sang beringin tersenyum sembari mengangguk-angguk senangnya. Dahan-dahan kecil yang bergelantungan di pundaknya pun tergoyang-goyang mesra.

Wanita itu tersenyum mengangguk. Dihelanya nafas panjang-panjang dan dihembuskannya bersama segala sesak yang dia simpan rapat begitu lamanya. Yah, ikhlas membuat semuanya menjadi ringan, tanpa beban.

Surakarta, 22 April 2010

* Saat merindukanmu ibu...Pengen pulang...:(((( 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar