Entah dapat wangsit dan keberanian dari mana,tetapi tiba-tiba saya tergelitik menulis tentang tema ini. Tema yang mungkin sangat sensitif untuk dibahas dan mungkin banyak yang tidak setuju dengan isi dari tulisan ini, tapi kesemuanya itu tidak akan mengurungkan niat saya untuk menuangkan uneg-uneg tentang makhluk yang bernama "lelaki"(lebay.com)
Yah, lelaki, makhluk luar biasa yang akan menemani perjalanan hidup saya nantinya ( insya allah..:p). Lelaki itu makhluk yang unik, simpel, dan berkarakter. Mereka kokoh, tegar, pantang menyerah, dan menjadi tumpuan keluarga. Tetapi di balik keteguhannya, ternyata lelaki pun mempunyai kelemahan juga.
Kesendirian, merupakan hal yang menjadi momok menakutkan bagi lelaki. Laki-laki sebenarnya tercipta menjadi makhluk yang setia, hanya bisa mencintai 1 wanita saja, tetapi bukan makhluk yang bisa untuk sendiri dan merasa sepi. Boleh jadi, dia akan menunggu seseorang yang benar-benar disayanginya, tetapi tak dapat dipungkiri, dia juga mempunyai affair dengan wanita yang lainnya, bukan karena membagi cinta. Tetapi karena dirinya tidak bisa dengan kesendiriannya.
Itu mengapa mulai bermunculan para lelaki berhidung belang. Berbeda dengan wanita, yang hanya bisa melakukan seks dengan orang yang disayanginya, yaitu suaminya. Laki-laki bisa melakukan seks tanpa dasar cinta, ini sudah merupakan naluri karena seorang lelaki tak mampu sendiri. Jadi jangan disalahartikan, jika seorang lelaki melakukan perselingkuhan dengan wanita lain, bukan berarti dia tidak mencintai istrinya lagi. Dia mungkin hanya bosan, jenuh, atau kesepian karena kurang perhatian. Sebaliknya, seorang wanita yang melakukan perselingkuhan adalah warning yang luar biasa.
Mungkin terkesan tidak adil, tetapi memang begitulah keadaannya. Tentang bagaimana menyikapinya semua kembali kepada aturan kita sebagai makhluk yang beragama. Dalam sebuah hubungan jarak jauh, pihak yang paling tersiksa adalah lelaki, karena itu artinya mereka dipaksa untuk setia dan sendiri. Jadi, jika anda wanita menemukan sosok laki-laki yang tetap bisa menjaga diri meski terpisahkan oleh jarak, jangan sia-siakan dia dan jangan ragukan seberapa besar cintanya kepada anda.
Hal lain yang kita temukan dalam realita kehidupan adalah ketika salah seorang dari pasangan suami istri meninggal dunia. Seringkali kita mendengar seorang janda yang hingga akhir hidupnya mampu bertahan tidak menikah dengan siapa-siapa, sedangkan mungkin hanya segelintir pria yang bisa hidup menduda hingga akhir hayatnya. Ini tidak menunjukkan bahwa laki-laki adalah makhluk yang lemah, sama sekali tidak. Tetapi pria dan wanita tercipta dengan produk yang mempunyai kelebihan dan kekurangan yang berbeda.
Laki-laki tercipta sebagai makhluk yang kuat secara fisik, tegas,realistis, dan beprinsip, tetapi tidak mampu sendiri. Sedangkan wanita kuat untuk sendiri, tetapi seringkali emosional, labil, dan mengedepankan perasaan. Pada hakikatnya laki-laki dan wanita adalah sepasang sandal yang saling bertolak belakang tetapi sejalan. Tidak ada yang lebih tinggi, ataupun lebih rendah. Masing-masing berjalan beriringan sesuai pernanan dan kodrtanya.
Lalu bagaimana caranya mengetahui bahwa laki-laki yang didekatmu itu adalah yang benar-benar mencintaimu? Menginginkanmu menjadi pelabuhan terakhirnya, bukan hanya menjadi teman dalam petualangan dan kesendiriannya. Yup, dengan menanyakan tentang keseriusan dalam pernikahan. Laki-laki yang mencintai itu berani menikahi, dia akan berfikir seribu kali untuk menikahi, tetapi mungkin hanya dalam hitungan jam untuk memacari.
Jadi wanita, sekarang terserah pilihan anda. Mau menjadi pelabuhan terakhir atau teman dalam perjalanan saja. Tentu pilihan pertama lebih aman dan bebas dari kata terluka. Bangunlah pelabuhanmu sebaik-baiknya, agar nantinya kapal yang tertambat di dermagamu, adalah kapal yang terbaik..:)
Selamat Hari Kartini
21 April 2012
Jumat, 20 April 2012
Kamis, 19 April 2012
Antara Emansipasi dan Wanita Sejati
Ngomong-ngomong tentang april, apalagi mendekati tanggal 21, pasti nyangkutnya ke emansipasi, yang sebenarnya malah mirip ke feminisme. Yup, sikap yang diagung-agungkan para wanita ini menjamur di era modern sekarang ini. Menurut saya nih sebagai wanita, tak ada yang salah dengan emansipasi, setidaknya para wanita bisa mempunyai kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan dan memperoleh pengetahuan, hanya saja pada praktek dan realitanya saat ini terlalu " kebablasan".
Pada nyatanya, emansipasi malah menjadi tameng para wanita untuk berbuat seenaknya. Gimana enggak? Pergeseran norma yang entah dari mana awalnya membuat kebiasaan para wanita menjadi berubah dan itu sah-sah aja. Contohnya ni ya, wanita nggak bisa masak itu biasa, wanita males nyuci dan lebih milih nglaundri itu gak masalah, atau wanita yang gak bisa ngejahit padahal cuma ngejahit kancing baju sendiri, orang bilang no problem. Dan parahnya saat ini masyarakat menganggap wanita yang hebat itu sama seperti lelaki yang hebat, karir sukses, kerjaan beres, cerdas, pintar, brilian, so wow..
Parahnya lagi gerakan emansipasi ini gak ada lawannya, Belum ada tuh gerakan gentleisme atau priaisme yang menuntut hak-hak nya. Para pria tetap saja terkena getahnya. Kalo wanita gak bisa masak, akhirnya beli makan diluar,males nyuci akhirnya nglaundri, ujung-ujungnya keluar duit, dan masyarakat masih aja nganggep yang wajib nanggung kebutuhan adalah para lelaki. Mereka masih saja harus menjalankan anggapan-anggapan masyarakat bahwa lelaki harus bertanggung jawab dan menjadi tulang punggung keluarga, sedangkan wanita karir, bekerja, dan jarang bersama keluarga dianggap sah-sah saja. Bahkan kadang dianggap sebagai pejuang yang rela berkorban, mengorbankan kepentingan keluarga dan dirinya demi nusa dan bangsa. Padahal apapun pekerjaannya, karier terbaik seorang wanita adalah menjadi ibu rumah tangga.
Emansipasi pun membuat posisi pria menjadi semakin tidak berdaya. Menjadi tersudut dan terpaksa harus nurut. Banyak para istri yang suka membangkang, melawan, tetapi dicubit sedikit langsung koar-koar suaminya melakukan kekerasan. Otomatis saja tingkat perceraian di Indonesia menjadi luar biasa, istri selalu ngomel-ngomel, minta jatah bulanan, tapi membuatkan segelas teh hangat saja enggan. Suami jengah, dan akhirnya memilih untuk berpisah.
Coba saja kita tengok 50 tahun yang lalu, dimana tingkat kelanggengan pasangan masih tinggi. Saat itu, para wanita dan pria berperan sebagaimana mestinya. Mereka menyadari benar, bahwa wanita dan pria diciptakan berbeda bukan berarti salah satu lebih tinggi, tetapi sudah menjadi kodratnya wanita itu adalah makhluk yang dipimpin dan pria adalah makhluk yang memimpin. Dan mereka menyadari secara penuh, mau dipimpin, dan nurut itu bukan menunjukkan tanda kelemahan bagi wanita. Tetapi memang pada kenyataannya para pria dianugerahi logika yang lebih dibandingkan wanita, sehingga bisa mengambil keputusan tidak hanya sesaat tetapi juga untuk jangka panjang. Walaupun pada kenyataannya, tidak semua pria bisa bersikap demikian, tetapi mereka hanya perlu waktu untuk mencapai suatu titik kedewasaan untuk mengambil suatu keputusan.
Kembali kepada emansipasi, banyak yang tetap setuju bahwa emansipasi itu perlu. Berdalih dengan alasan wanita itu harus kuat, tidak boleh cengeng, rewel dan tidak boleh lemah. Oke, fine, itu benar. Tetapi sayangnya para wanita saat ini mengartikannya dengan salah.
"Tegar itu adalah ketika kau masih bisa bersyukur, ketika suamimu hanya mampu membelikan daster yang tak seberapa harganya, tidak lemah itu ketika kau masih bisa tersenyum meski harus menahan sakit melahirkan anakmu yang pertama dengan persalinan normal, tidak cengeng itu ketika kau masih saja bertahan dan setia meskipun suamimu berada di seberang lautan sana mencari kerja. "
Tegar dan kuat bagi wanita itu lebih dari sekedar dia mampu mandiri mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga, tetapi lebih kepada tegar dalam menghadapi kehidupan, mengurus keluarga, dan menerima kodratnya.
"Tegar itu adalah ketika kau masih bisa bersyukur, ketika suamimu hanya mampu membelikan daster yang tak seberapa harganya, tidak lemah itu ketika kau masih bisa tersenyum meski harus menahan sakit melahirkan anakmu yang pertama dengan persalinan normal, tidak cengeng itu ketika kau masih saja bertahan dan setia meskipun suamimu berada di seberang lautan sana mencari kerja. "
Tegar dan kuat bagi wanita itu lebih dari sekedar dia mampu mandiri mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga, tetapi lebih kepada tegar dalam menghadapi kehidupan, mengurus keluarga, dan menerima kodratnya.
Memang bukan hal yang mudah untuk tetap tegar bersikap sesuai kodrat sementara saat ini masyarakat berpendapat sebaliknya. Tetapi percayalah wanita, jika ingin menjadi keluarga yang langgeng dan sejahtera, jadilah wanita yang kuat tanpa harus melupakan kodrat. Biarkan semua berjalan sesuai hukum alam. Say no to feminisme, say yes to naturalisme..
*Pesan untuk diriku sendiri..:p
Berdasarkan berbagai pengamatan..
Berdasarkan berbagai pengamatan..
Surakarta, 19 April 2012
Langganan:
Postingan (Atom)