Selasa, 15 September 2015

Kuliah di Luar Negeri yang Tertunda part 1

Pernahkah kalian punya mimpi? Dan bagaimana jika mimpi itu tak mampu diraih? Padahal hanya sedikit lagi? Yah, this story based on true story. Akhir tahun 2012, saya dan mantan pacar saya (*ehm..sekarang sudah jadi suami saya) berencana untuk mengambil kuliah ke luar negri bersama. Waktu itu dia sudah menjadi dosen di salah satu universitas negeri. Sedangkan saya baru saja lulus disumpah menjadi seorang dokter.

Mantan saya itu punya motivasi yang sangat tinggi karena memang ini ketiga kalinya dia menunda kuliah keluar negeri karena sesuatu hal. Persyaratan seperti Paspor, ijazah dan transkrip yang sudah ditranslate, Toefl ITP, recomendation letter, bahkan sudah kursus mandarin pula karena negara yang dituju adalah negara Taiwan. Amunisi sudah lengkap, tinggal waktunya apply ke universitas yang dituju.

Suatu hari mantan saya mendapat kabar bahwa universitas yang dituju membuka wawancara di Yogyakarta, tepatnya di UGM..Berbekal amunisi yang dipunya berangkatlah dia ke Jogja. Dengan terengah2 mengejar kereta dan bis ke sana mantan saya sampai di sana tepat setengah jam sebelum pendaftaran ditutup.

Setelah penyerahan berkas dan wawancara yang cukup hectic (karena saat itu mantan saya sempat numpahin gelas ke baju sang prof :)) mantan saya akhirnya diterima dan mendapat LoA alias Letter of Acceptance unconditional di Master of Biomedical Informatic Taiwan Medical University alias TMU ,dia tetap diminta untuk mendaftar secara online untuk resminya.

Yah..tentu saja dia sumringah..saya pun menyambutnya gembira...Lalu saya?? Disitulah diskusi panjang bermula..Ada keinginan untuk mengikutinya tapi mengambil jurusan apa? Saya benar2 seorang fresh graduate yang benar fresh tak tahu apa2.

Akhirnya dengan beberapa pertimbangan apply lah saya ke Master of Humanities and Medicine, dan mengambil major di bidang etika. Saat itu saya juga baru saja memulai debut karir saya sebagai dosen non pns di salah satu universitas negri sama seperti suami saya.

Tinggal 1 bulan waktu pendaftaran dan saya belum punya amunisi apa2. Disitulah saya kejar tayang menyiapkan semuanya. Mulai buat paspor (untung saat itu sudah mulai sistem online), tes Toefl ITP ( yang hasilnya masih mengkis2 jauh dari perkiraan), translate ijazah dan transkrip, sampai cari recomendation letter, sudah begitu masih harus buat motivation letter yang berisi tentang motivasi mengambil bidang tersebut. 

Ketika apply secara online saya sudah pasrahlah..secara semua serba mendadak. Ketika menunggu waktu wawancara (entah by phone atau skype) saya sudah deg2an. Secara speaking saya masih amburadul. Tapi bismillah sajalah, yang penting optimis. Demi cita2..dan cinta..hehehe :)

Well, lupakan sejenak mengenai kuliah di luar negeri. Juni 2013, saya dan mantan saya akhirnya benar2 sah menjadi sepasang suami istri. Ciee ;p. Well, pokoknya begitulah saya kira cerita tentang romansa2 itu nggak penting untuk dijadikan konsumsi publik. Every couple have their story, right?:)

1 bulan kemudian keluarlah pengumuman dari TMU dan beginilah hasilnya :
Alhamdulillah kami diterima. Well, puji syukur kepada Allah. Mungkin inilah kado terindah bagi pernikahan kami.

Tapi ternyata perjuangan tidak berhenti hingga disini, melainkan ada banyak aral dan rintangan yang menghadang. Tapi sementara, bersambung dulu ya..nanti saya lanjutkan di part 2 :)

Kembalinya Rani Alzena

Well..sudah 2 tahun lebih meninggalkan blog ini. Kini saatnya untuk kembali..*halah. Ada banyak hal yang telah terjadi selama 2 tahun ini dari menikah, hamil, melahirkan, punya anak, hingga resign dari kantor.

Yah..sudah 3,5 bulan menjadi ibu rumah tangga yang ternyata tak kalah rempongnya dengan ibu yang bekerja.

Sambil nungguin si kecil yang bobok nyenyak, nggak ada salahnya kan nulis2 di blog lagi. Merangkum 2 tahun yang berlalu sebagai kenangan, syukur2 bisa dijadikan bahan berbagi dan pembelajaran, hehehe. 

Yeah.. rani alzena is coming. With new life, new story of course. Mungkin cerita2 ke depan bukan lagi berkisah tentang puisi2 yang absurd, hehehe. Karena melow dan galau cukup diadukan ke Allah dan suami aja tentunya :)

Yap, semoga masih bisa selalu bisa memberi manfaat melalui tulisan di blog ini, orang bilang yang terucap akan sirna dan yang tertulis akan abadi. Bismillah :)

Selasa, 17 Desember 2013

Kisah Tentang Gigi (Part 1) -Senyum Setengah Hati-



“Lebih baik sakit hati, daripada sakit di gigi….” :D

Plesetan lagu dangdut yang entah lupa siapa penyanyinya, cocok banget jadi backsound cerita kali ini.  Of course bagaimana tidak. Orang sakit hati  paling-paling cuma nangis bombay , sambil nunggu waktu dan yakin bahwa time will heal every pain. Tapi sakit gigi? Oh, nyerinya sungguh menyayat hati, makan tak enak tidur tak nyenyak, emosi labil, apalagi jika tidak  periksa ke dokter gigi? Benar-benar menyiksa diri.

Berawal dari nyeri denyutan yang saya rasakan beberapa bulan lalu, tepatnya di bagian kanan bawah. Nyeri yang hilang timbul itu tidak saya gubris dan enggan saya periksakan ke dokter gigi. Maklum, cukup punya fobia masa kecil sama dokter gigi :D. Tapi ternyata, Allah punya rencana lain. Bulan ini, nyeri berdenyut semakin sering terasa, menjalar hingga ke telinga dan mata. Kalau menurut anatominya, tepatnya di nervus V ( trigeminalis). 

Saya yang pada awalnya tidak terlalu suka mengkonsumsi obat, harus terpaksa mengkonsumsi anti nyeri. Tapi dalam waktu 3 hari, nyerinya tidak berkurang, malah semakin menghebat dan mampu membuat saya nangis bombay

Baiklah, akhirnya mau tak mau saya harus ke dokter gigi. Gerimis yang mengguyur langkah sore itu tak terasa dibandingkan dengan sakit gigi yang harus dirasa. Pergilah saya ke dokter gigi yang dulu semasa koas adalah guru saya. Setelah mengantri sejenak dan diperiksa, saya disarankan untuk foto Panoramic.

Yup, foto untuk mengetahui letak, susunan, dan kemungkinan ada kelainan pada gigi.  Setelah melalui serangkaian proses foto rontgen, akhirnya hasil foto panoramic ada ditangan saya. Dan, ternyata, penyebab dari nyeri hebat beberapa bulan ini adalah adanya gigi molar 3 atau biasa disebut gigi bungsu yang tertanam di rahang kanan bawah atau lebih sering disebut dengan impaksi.

Setelah berkonsultasi dengan dokter gigi, saya dirujuk ke dokter spesialis bedah mulut dan direncanakan untuk operasi minor atau sering dikenal dengan istilah odontektomi keesokan harinya. Okelah, segera, cito, semakin cepat semakin baik. Meskipun terbayang lagi fobia bor dan alat pencabut gigi lainnya.

Jadwal operasi pun ditetapkan. Sebelumnya saya ditanya lebih dahulu, apa sudah makan, keadaan fit, apa punya penyakit sistemik atau tidak. Setelah dicek tekanan darah dan dirasa ok, dimulailah proses odontektomi dalam ruangan operasi minor itu.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaujTB25z4ILU8BaXZ3pNZMAFtoDN_cpTU4MkaM8Y-wcI6dPaP_pN037jwajvOkfUSsFPjyEbaCh9ScJjErHoN4GVaZhvlm2TYNFDWXMq_r6jUYB8sMKPzGmgzo2PhT69awPf6DPB6mv9s/s1600/gigi+ladybird.jpg

Lokal anastesi dimulai, gusi dan beberapa bagian di daerah bukal( pipi ) saya ditusuk-tusuk dengan spuit berisi lidokain. Cukup nyeri, tetapi saya tetap bertahan. Sempat terlintas novel “ Dahlan Iskan” yang berjudul “ Ganti Hati”. Di situ beliau bercerita bagaimana ketahanan dan kesabaran beliau menghadapi rasa nyeri agar segera sembuh. Dan perlahan saya menciptakan sugesti. Taka apa, ini hanya sebentar saja. :D

Sang dokter spesialis bedah mulut mulai melakukan aksinya ketika dirasa saya sudah tidak berespon pada sentuhan dan tusukan. Mulai diincisi lah gusi saya, dan dibor tulang mandibula, dan sebagian gigi dipotong karena ada perlekatan dengan gigi di depannya. Sesekali saya meringis karena masih bisa merasakan nyeri, yang membuat sang dokter berhenti sejenak meskipun melanjutkan kembali operasi hingga tuntas. Never give up, mungkin itu yang diucapkan dalam hati beliau. :D

Setengah jam berlalu, akhirnya sang gigi molar 3 berhasil juga terlepas dari peraduannya. Sang dokter membersihkan fragmen atau pecahan tulang, mengirigasinya, kemudian menjahitnya. Ah, legaaa… Tetapi, tunggu. setelah beres dengan urusan gigi molar kanan, ternyata ada lagi urusan dengan gigi geraham/molar kiri.

Gigi geraham 1 kiri bawah yang gagal pencabutan hingga hanya menyisakan akar itu pun akhirnya harus ikut dicabut. “ Sekalian sakitnya” begitu kata sang dokter. What?? Baiklah kalo begitu, akhirnya dengan pasrah saya menyerahkan akar(radix) gigi geraham saya itu. Sedih juga harus berpisah dengannya, hehehe..lebaay.

Pencabutan radix dengan separasi (pemisahan gigi) ini berlangsung cukup singkat dan tidak sesukar pengambilan gigi yang impaksi. Setelah dibersihkan gusi dijahit, dipasang tampon, dan saya diperbolehkan pulang dengan buah tangan resep dari dokter.

Malamnya pipi saya bengkak, darah mengalir terus menerus, dan yang menyiksa adalah untuk sekedar minum air putih apalagi makan pun sakitnya tidak terkira. Karena tidak tahan menahan dahaga akhirnya saya meminta tolong  suami membelikan “ sedotan” dan sereal agar perut yang keroncongan dari tadi sedikiti terisi. Nyeri telan dan sukar tidur pun menjadi sajian yang harus saya nikmati. Lagi-lagi saya teringat tentang semangat sang Dahlan Iskan mengatasi nyeri setelah operasi.
Hari kedua, gusi saya masih mengeluarkan perdarahan, meskipun  sudah banyak berkurang. Setidaknya saya sudah dapat makan bubur. Dan yang paling menyedihkan, di kondisi seperti ini saya nyidam pengen makan “kacang telur”. :D:D. Begitulah, hari demi hari saya lalui dengan meminum antibiotic selama 3 hari, antiinflamasi dan analgetik untuk mengurangi pembengkakan dan rasa nyeri. Obat kumur pun saya gunakan agar tidak ada bakteri-bakteri di sudut mulut karena pencapaian sikat gigi tidak sesempurna biasanya.

Dua minggu terlalui, nyeri sudah mulai berkurang. Analgetik tidak saya minum rutin lagi, tetapi hanya jika diperlukan. Tetapi, sebuah tragedi terjadi. Rasa nyeri hebat, bahkan melebihi rasa nyeri sebelum operasi datang lagi. Analgetik tingkat rendah sudah tidak mempan lagi. Rasa terbakar dan nyeri menjalar di rahang bawah ke telinga , mata, hingga kepala. Dan parahnya rasa nyeri itu muncul di sore hingga malam hari di saat istirahat atau saat pagi ketika akan masuk kantor. Analgetik dengan sedasi pun mulai saya konsumsi dan sedikit berkurang nyerinya meskipun hanya sementara.  Berbagai fikiran dan self diagnosis pun mulai menghantui. Apakah neuralgia trigeminalis? Terjadi neuropraxia yang membutuhkan mikrosurgeri? Apakah ada infeksi, dry socket? Haruskah jahitan dibuka lagi? Dioperasi dan dibor lagi? Dan berbagai macam kemungkinan membayang di kepala saya. Kadang saya tersenyum,mungkin seperti inilah yang dialami oleh pasien, orang yang sakit. Penasaran dengan sakit yang dideritanya. Tapi tentu saja hanya sesekali saya tersenyum, karena nyeri berdenyut dan rasa terbakar membuat saya lebih memilih diam dan hanya berbicara sesekali dengan suami. Sering kali suami menggoda, bahwa akhir-akhir ini senyum saya adalah :senyum setengah hati”. Walah.. :D

Belum lagi, seringkali saya ditertawakan oleh saudara, teman, atau keluarga “ alah, dulu saya cabut gigi 6 saja tidak apa-apa. Kamu cuma cabut satu gigi saja kok kaya orang habis melahirkan”. Lagi, saya cuma senyum setengah hati, sambil membayangkan gimana ya nyeri setelah melahirkan karena memang belum berpengalaman merasakan sendiri.

Tetapi pada akhirnya saya pasrah. Jika memang harus dilakukan tindakan agar saya dapat sembuh, insya allah akan jalani. Saya mulai menyusun lagi jadwal untuk kontrol ke dokter gigi. Bersiap dengan kondisi terburuk dan berharap pada kondisi terbaik. Lagi, saya mencatut doa Dahlan Iskan yang berupa kepasrahan ketika dirinya dioperasi. Tuhan, terserah Engkau sajalah….. (Bersambung)

Rabu, 26 September 2012

GADO-GADO CINTA and BE STRONG INDONESIA

GADO-GADO CINTA

Gimana sih rasanya cinta? Manis, asem, pahit, legit tentunya. Banyak cerita banyak kisahnya, ada tawa, ada duka, dan juga ada luka.


Seperti gado-gado, cinta pun juga akhirnya nikmat terasa. Buku ini berisi cerita pendek yang saya tulis bersama teman-teman, based on true story. Lagi -lagi CINTA. Ya, begitulah cinta, deritanya tiada dua, tapi senangnya juga tak terkira. Hahahaha. Selamat membaca :).

BE STRONG INDONESIA

Buku ini aku tulis bersama teman-teman yang lainnya, tanpa komisi, dan tanpa bagi royalti. Penjualan dari buku ini full 100% disumbangkan untuk korban merapi. Berisi cerpen-cerpen dari berbagai penulis. Aku salah satu diantaranya.


ANTOLOGI " PATAH HATI"

Siapa bilang patah hati bikin mati? Kamu kali..hehehe.. Tapi ini memang benar-benar terjadi, banyak yang menjadi buta hanya karena putus cinta. Dunia seisinya menjadi gelap baginya. Padahal, masih ada keluarga, masih ada saudara, teman dan sahabat yang setia.


Penulis: Miftahul Jannah, Xanjeng Nura, Yunda Biru Langit, Erlinda Jilly Madhan, dkk,
ISBN: 978-602-225-264-1
Terbit: Februari 2012
Tebal: 334 halaman
Harga: Rp. 61.900,00



Buku ini membantu menusir kegalauan teman-teman, tak selamanya patah hati merusak diri. Bahkan kadang memberi manfaat jika disikapi dengan hebat. Tulisan-tulisan di dalamnya based on true story. Jadi kalian nggak akan bilang " ah, ngomong sih gampang" dan pelakunya sukses meng-healing patah hatinya, bahkan move-on dengan segera. Saya salah satu diantaranya, hehehe

Patah hati bikin kita mati? Benar adanya, kalo kita minum racun serangga..:)

KULEPASKAN KAU DARI HATIKU

Mencintai itu hanya ada dua pilihan " Memperjuangkan atau melepaskan". Nah, jika amunisi yang kita gunakan belum mencukupi, maka tak lain dan tak bukan maka pilihan tepat jatuh ke pilihan kedua.

Ya, cinta sejati itu tidak menyakiti. Cinta sejati intu ikhlas dan membahagiakan demi yang dikasihi. Kadang, kita memang harus tahu diri, seberapa jauh kita harus mencintai. Katanya cinta itu belum tentu memiliki tapi memiliki harus mencintai.

Buku ini ditulis keroyokan bersama  teman-teman. Berisi berbagai macam kisah, bagaimana kita melepaskan orang yang disayangi dengan sepenuh hati. Sayangnya buku ini hanya dapat dipesan melalui online karena tidak tembus offline. Silahkan membaca atau pinjam dari teman yang punya. Oh ya, di sana aku menggunakan nama pena " Rani Alzena".



 Judul : Kulepas Kau dari Hatiku
Penulis : Fitri Gita Cinta and friends
Tebal : xiii + 215 hlmISBN : 978-602-9079-38-8
Harga :44.700,-





SHE CALL HER " NDAN"

"Ndan"?Aku mengernyitkan dahi begitu membaca judulnya. Judul yang unik, dan baru pertama kali ini aku dengar. Dengan cover yang ceria aku mengira isinya adalah seputar cita-cita dan keinginan menggapainya. Atau malah cerita novel tentang bintang-bintang, karena di bawah judul itu ada sebait tulisan " Kerlip dan Pendar Bintangku".


Penasaran di buatnya aku segera membacanya. Sebuah buku dengan 153 halaman dan bercover menarik yang ditulis oleh sahabatku " Bintang Kirana"yang aku mengenalnya lewat pena dan sampai saat ini belum pernah bertemu dengannya.

Oke, halaman ix. Membuatku meneteskan air mata, haru sekaligus bangga. Yah, sahabatku ini adalah seorang dokter penderita SLE (Lupus), sebuah penyakit autoimun. Semua orang boleh punya alasan untuk menyerah, menyalahkan takdir, dan merutukki nasib. Tapi, sahabtku ini memang benar-benar luar biasa. Dia membuktikan kepada dunia, dirinya bisa, meskipun harus menjadi dokter tak berpasien seperti yang ditulisnya. Tapi dia mampu memberikan warna kepada dunia.

Kembali ke bukunya, buku ini bukan hanya sekedar kumpulan puisi dan liris, tetapi sebuah oase bagi jiwa-jiwa yang mulai kerontang, sebuah penyemangat ketika ingin berhenti berjuang. Dengan kata-kata yang digoreskannya dari jiwa, pun berhasil menyentuh jiwa pembacanya. Engkau seakan-akan berhadapan dengannya mendengarnya bercerita tentang kisahnya. Sungguh, luar biasa !!

" Ndan" ternyata itu adalah panggilan sayangnya kepada bundanya yang saat ini telah tenang di alam sana. Kerinduan akan bunda, rasa terimakasih yang teramat mendalam karena bundanya telah merawatnya. Sungguh kisah yang menawan dan mengharukan.

"Ingin kujenguk hatimu. Ada apa di sana? Tak ada rasa sesalkah atau kecewa kepadaku? Selama ini aku selalu membuatmu sedih dan letih, yang tak mungkin kubayar. Tapi, tak kutemukan setitik pun rasa itu di sana. Terbuat dari apa dirimu, hingga kau begitu cintanya kepadaku? Kau begitu agung untukku, Ndan"

Sebait puisi yang berjudul " MEMUJA" menjadi puisi favoritku. Dan lebih dari itu semua, dia mengingatkanku kepada seseorang, mama. Yah, tiba-tiba aku merindukannya. Jika dia memanggilnya " Ndan", aku memanggilnya " Mama".

Terimakasih "Ndan" , Terimakasih " Bintang Kirana"..:)